Sebagai salah satu anggota dari HAKI (Himpunan Anak Kost Indonesia) setiap bulan yang saya lakukan tentu tidak jauh berbeda dengan para ibu-ibu rumah tangga. Saya harus menyempatkan waktu untuk mampir ke pasar swalayan untuk belanja kebutuhan selama satu bulan kedepan. Meski tidak serumit ibu-ibu rumah tangga yang sebenarnya, kebutuhan yang setiap bulannya saya belanjakan misalnya deterjen, sabun mandi, pasta gigi, shampoo dan beberapa barang ‘printilan’ seperti tissue dan sendok plastik (habis pakai, buang. =D ).
Well, dunia tempat kita tinggal saat ini sepertinya tidak bisa melepaskan diri dari kemajuan teknologi informasi dan komunikasi ya. Mulai dari sektor pendidikan, bisnis, hingga sektor pemerintahan semua menggunakan teknologi ‘e’. Contohnya, e-learning untuk dunia pendidikan, e-commerce untuk sektor bisnis, dan e-government untuk sektor pemerintahan. Bahkan saat ini dunia perbukuan pun tak mau kalah dengan konsep e-book-nya itu. Mungkin beberapa tahun lagi akan kita temukan ‘e-anu’, ‘e-inu’, dan entah ‘e’ apalagi nantinya.
Suatu perkembangan teknologi dapat memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia. Namun, di sisi lain juga memiliki dampak dalam kehidupan manusia. Terutama kaitannya di bidang pemasaran yang terjadi dalam proses jual beli di suatu perusahaan atau badan usaha untuk mempromosikan produknya. Dampak dari teknologi di bidang pemasaran dapat berupa dampak positif atau yang membawa kemajuan, tetapi juga dapat berupa dampak negatif atau yang membuat kemunduran.
Mesin Self Check Out Pertama
Mesin ini diciptakan oleh Dr. Howard Schneider, yang dipatenkan di USA No.5083638 dan 5.168961. Dr. Schneider menyebutnya mesin robot Self Check Out, artinya pelanggan dapat membayar barang belanjaannya sendiri dengan credit card melalui mesin ini, tanpa berhubungan lagi dengan kasir.
Perusahaan bernama Optimal Robotics dibentuk oleh Scheneider di garasinya, sesuai dengan alamat yang terdaftar di Sertifikat Patennya. Mesin ini menunjukkan hasil yang bagus di pasar swalayan Chopper di tahun 1990-an, kemudian melibatkan pasar swalayan Kroger, dan setelah itu diikuti oleh banyak pasar swalayan di seluruh Amerika Serikat, Canada, UK, dan Australia.
Proto type (contoh asli) mesin ini diperkenalkan oleh NCR di tahun 1997. Pada tahun 2003, mesin-mesin otomatis ini telah tersebar luas diseluruh dunia yang di-supply oleh NCR,Fujitsu/ICL dan IBM.
Pasar swalayan pertama yang memakai sistem self check out adalah Price Chopper di Clifton Park, New York pada tahun 1992.

“Bagaimana jika si pelanggan tidak men-scan/membayar seluruh barang belanjaannya ?”
Ketika sebuah perusahaan memutuskan untuk menggunakan mesin self check out ini, tentunya perusahaan tersebut juga telah menyiapkan hal-hal terburuk yang kemungkinan bisa terjadi. Misalnya, ketika ada pelanggan yang tidak menbayar seluruh barang yang dibelanjakan atau tidak men-scan seluruh barang belanjaannya, atau adanya kendala saat melakukan pembayaran misalnya terjadi kelebihan pembayaran yang tidak seharusnya.
Jika di Price Chopper di Clifton Park, New York, di sekitarnya dilengkapi kamera CCTV. Pasar swalayan ini pun dilengkapi pintu yang bersensor, dan berbunyi seketika bilamana melacak barang-barang yang tidak terbayar. Dan anggota keamanan, merangkap greeter biasanya turun tangan cepat kalau alat itu berbunyi disampingnya.
Bagaimana dengan pasar swalayan di tempat kita? Sudahkah memenuhi paling tidak tiga hal utama diatas?
Kemungkinan pelanggan tidak membayar pasti ada, tetapi petugas kepolisian disana yang setiap saat datang menjemput, memborgol, lalu membawa orang tersebut ke kantor polisi untuk diproses lebih lanjut dan mencatat perbuatan kriminalnya. Criminal record ini kelak amat menyusahkan siapa saja kalau mencari kerja atau keperluan lainnya.
Oleh sebab itu jarang orang melakukan perbuatan ini, karena punishment yang didapat tidak sesuai dengan harga barang yang diselundupkan.
Nah, siapkah kita dengan sistem seperti ini? Tentu tidak hanya siap dari sisi si penyedia layanan, dalam hal ini pengelola Pasar Swalayan saja, namun kita sebagai pelanggan juga harus siap untuk beralih dari interaksi sosial dengan petugas kasir ke sebuah mesin yang sama interaktifnya.