Terkadang, kita terlalu mengkotak-kotakkan pikiran kita sendiri, dan tentunya juga sering terlalu dini mengambil sebuah kesimpulan.
Sedekat apapun kita, tak ada yang lebih dekat daripada luka. Luka itu datang seiring kedekatan, kecemasan diantara keintiman yang merajai kita.
Lalu, apalagi yang kau tunggu?
Hingga daun menguning?
Hujan berganti salju?
Atau asa yang berganti lelah,
Dan akhirnya tunduk pada keraguan.
Tak kuasa langit pun berubah sendu, kawan. Melihatmu yang hanya berdiri.
Ya, berdiri di tempatmu semula.
Dengan takut yang menyelimuti harap,
dengan gelisah akan kecemasanmu sendiri.
‘Hahaha… Aku tidak takut.’
Tawa getirmu terasa kelu.
Apa yang sedang kau cemaskan?
Sedang nasehatku saja tak kau hiraukan.
Lantas, masih tak kau rasakan getar lolong malamku ini?
Gemuruh asa membabi buta, kala kau penjarakan semua itu dalam keraguanmu.
Pedih…
Sedikit saja kawan,
Kita tak hanya mencoba belajar, tapi juga berani untuk belajar mencoba.
—-